✔ Risalah Lengkap Penyebaran Agama Islam Di Indonesia
Risalah Lengkap Penyebaran Agama Islam di Indonesia
Muslim Indonesia punya sejarah luar biasa. Sahabat Rasulullah, pernah pula pribadi berdakwah di Nusantara.
Melacak sejarah masuknya Islam ke Indonesia bukanlah urusan mudah. Tak banyak jejak yang bisa dilacak. Ada beberapa pertanyaan awal yang bisa diajukan untuk menelusuri kedatangan Islam di Indonesia. Beberapa pertanyaan itu adalah, darimana Islam datang? Siapa yang membawanya dan kapan kedatangannya?
Ada beberapa teori yang hingga sekarang masih sering dibahas, baik oleh sarjana-sarjana Barat maupun kalangan intelektual Islam sendiri. Setidaknya ada tiga teori yang menjelaskan kedatangan Islam ke Timur Jauh termasuk ke Nusantara. Teori pertama diusung oleh Snouck Hurgronje yang menyampaikan Islam masuk ke Indonesia dari wilayah-wilayah di anak benua India. Tempat-tempat menyerupai Gujarat, Bengali dan Malabar disebut sebagai asal masuknya Islam di Nusantara.
Dalam L’arabie et les Indes Neerlandaises, Snouck menyampaikan teori tersebut didasarkan pada pengamatan tidak terlihatnya kiprah dan nilai-nilai Arab yang ada dalam Islam pada masa-masa awal, yakni pada periode ke-12 atau 13. Snouck juga mengatakan, teorinya didukung dengan korelasi yang sudah terjalin usang antara wilayah Nusantara dengan daratan India.
Sebetulnya, teori ini dimunculkan pertama kali oleh Pijnappel, seorang sarjana dari Universitas Leiden. Namun, nama Snouck Hurgronje yang paling besar memasarkan teori Gujarat ini. Salah satu alasannya adalah, alasannya Snouck dipandang sebagai sosok yang mendalami Islam. Teori ini diikuti dan dikembangkan oleh banyak sarjana Barat lainnya.
Teori kedua, yakni Teori Persia. Tanah Persia disebut-sebut sebagai tempat awal Islam tiba di Nusantara. Teori ini berdasarkan kesamaan budaya yang dimiliki oleh beberapa kelompok masyarakat Islam dengan penduduk Persia. Misalnya saja wacana peringatan 10 Muharam yang dijadikan sebagai hari peringatan wafatnya Hasan dan Husein, cucu Rasulullah. Selain itu, di beberapa tempat di Sumatera Barat ada pula tradisi Tabut, yang berarti keranda, juga untuk memperingati Hasan dan Husein. Ada pula pendukung lain dari teori ini yakni beberapa serapan bahasa yang diyakini tiba dari Iran. Misalnya jabar dari zabar, jer dari ze-er dan beberapa yang lainnya.
Teori ini menyakini Islam masuk ke wilayah Nusantara pada periode ke-13. Dan wilayah pertama yang dijamah yakni Samudera Pasai.
Kedua teori di atas mendatang kritikan yang cukup signifikan dari teori ketiga, yakni Teori Arabia. Dalam teori ini disebutkan, bahwa Islam yang masuk ke Indonesia tiba pribadi dari Makkah atau Madinah. Waktu kedatangannya pun bukan pada periode ke-12 atau 13, melainkan pada awal periode ke-7. Artinya, berdasarkan teori ini, Islam masuk ke Indonesia pada awal periode hijriah, bahkan pada masa khulafaur rasyidin memerintah. Islam sudah mulai ekspidesinya ke Nusantara ketika sahabat Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib memegang kendali sebagai amirul mukminin.
Bahkan sumber-sumber literatur Cina menyebutkan, menjelang seperempat periode ke-7, sudah berdiri perkampungan Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera. Di perkampungan-perkampungan ini diberitakan, orang-orang Arab bermukim dan menikah dengan penduduk lokal dan membentuk komunitas-komunitas Muslim.
Dalam kitab sejarah Cina yang berjudul Chiu T’hang Shu disebutkan pernah menerima kunjungan diplomatik dari orang-o-rang Ta Shih, sebutan untuk orang Arab, pada tahun tahun 651 Masehi atau 31 Hijirah. Empat tahun kemudian, dinasti yang sama kedatangan duta yang dikirim oleh Tan mi mo ni’. Tan mi mo ni’ yakni sebutan untuk Amirul Mukminin.
Dalam catatan tersebut, duta Tan mi mo ni’ menyebutkan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah dan sudah tiga kali berganti kepemimpinan. Artinya, duta Muslim tersebut tiba pada masa kepemimpinan Utsman bin Affan.
Biasanya, para pengembara Arab ini tak hanya berlayar hingga di Cina saja, tapi juga terus menjelajah hingga di Timur Jauh, termasuk Indonesia. Jauh sebelum penjelajah dari Eropa punya kemampuan mengarungi dunia, terlebih dulu pelayar-pelayar dari Arab dan Timur Tengah sudah bisa melayari rute dunia dengan intensitas yang cukup padat. Ini yakni rute pelayaran paling panjang yang pernah ada sebelum periode 16.
Hal ini juga bisa dilacak dari catatan para peziarah Budha Cina yang kerap kali menumpang kapal-kapal ekspedisi milik orang-orang Arab semenjak menjelang periode ke-7 untuk pergi ke India. Bahkan pada era yang lebih belakangan, pengembara Arab yang masyhur, Ibnu Bathutah mencatat perjalanannya ke beberapa wilayah Nusantara. Tapi sayangnya, tak dijelaskan dalam catatan Ibnu Bathutah daerah-daerah mana saja yang pernah ia kunjungi.
Kian tahun, kian bertambah duta-duta dari Timur Tengah yang tiba ke wilayah Nusantara. Pada masa Dinasti Umayyah, ada sebanyak 17 duta Muslim yang tiba ke Cina. Pada Dinasti Abbasiyah dikirim 18 duta ke negeri Cina. Bahkan pada pertengahan periode ke-7 sudah berdiri beberapa perkampungan Muslim di Kanfu atau Kanton.
Tentu saja, tak hanya ke negeri Cina perjalanan dilakukan. Beberapa catatan menyebutkan duta-duta Muslim juga mengunjungi Zabaj atau Sribuza atau yang lebih kita kenal dengan Kerajaan Sriwijaya. Hal ini sangat bisa diterima alasannya zaman itu yakni masa-masa keemasan Kerajaan Sriwijaya. Tidak ada satu ekspedisi yang akan menuju ke Cina tanpa melawat terlebih dulu ke Sriwijaya.
Sebuah literatur kuno Arab yang berjudul Aja’ib al Hind yang ditulis oleh Buzurg bin Shahriyar al Ramhurmuzi pada tahun 1000 memperlihatkan citra bahwa ada perkampungan-perkampungan Muslim yang terbangun di wilayah Kerajaan Sriwijaya. Hubungan Sriwijaya dengan kekhalifahan Islam di Timur Tengah terus berlanjut hingga di masa khalifah Umar bin Abdul Azis. Ibn Abd Al Rabbih dalam karyanya Al Iqd al Farid yang dikutip oleh Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII menyebutkan ada proses korespondensi yang berlangsung antara raja Sriwijaya kala itu Sri Indravarman dengan khalifah yang populer adil tersebut.
“Dari Raja di Raja [Malik al Amlak] yang yakni keturunan seribu raja; yang istrinya juga cucu seribu raja; yang di dalam sangkar binatangnya terdapat seribu gajah; yang di daerahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil; kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang bersama-sama merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang sanggup mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya wacana hukum-hukumnya,” demikian antara lain suara surat Raja Sriwijaya Sri Indravarman kepada Khalifah Umar bin Abdul Azis. Diperkirakan korelasi diplomatik antara kedua pemimpin wilayah ini berlangsung pada tahun 100 hijriah atau 718 masehi.
Tak sanggup diketahui apakah selanjutnya Sri Indravarman memeluk Islam atau tidak. Tapi korelasi antara Sriwijaya Dan pemerintahan Islam di Arab menjadi penanda babak gres Islam di Indonesia. Jika awalnya Islam masuk memainkan peranan korelasi ekonomi dan dagang, maka sekarang telah berubah menjadi korelasi politik keagamaan. Dan pada kurun waktu ini pula Islam mengawali perannya memasuki kehidupan raja-raja dan kekuasaan di wilayah-wilayah Nusantara.
Pada awal periode ke-12, Sriwijaya mengalami dilema serius yang berakibat pada kemunduran kerajaan. Kemunduran Sriwijaya ini pula yang besar lengan berkuasa pada perkembangan Islam di Nusantara. Kemerosotan ekonomi ini pula yang menciptakan Sriwijaya menaikkan upeti kepada kapal-kapal gila yang memasuki wilayahnya. Dan hal ini mengubah arus perdagangan yang telah berperan dalam penyebaran Islam.
Selain Sabaj atau Sribuza atau juga Sriwijaya disebut-sebut telah dijamah oleh dakwah Islam, daerah-daerah lain di Pulau Sumatera menyerupai Aceh dan Minangkabau menjadi lahan dakwah. Bahkan di Minangkabau ada tambo yang mengisahkan wacana alam Minangkabau yang tercipta dari Nur Muhammad. Ini yakni salah satu jejak Islam yang berakar semenjak mula masuk ke Nusantara.
Di saat-saat itulah, Islam telah memainkan kiprah penting di ujung Pulau Sumatera. Kerajaan Samudera Pasai menjadi kerajaan Islam pertama yang dikenal dalam sejarah. Namun ada pendapat lain dari Prof. Ali Hasjmy dalam makalahnya pada Seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh yang digelar pada tahun 1978. Menurut Ali Hasjmy, kerajaan Islam pertama yakni Kerajaan Perlak.
Masih banyak perdebatan memang, wacana hal ini. Tapi apapun, pada periode inilah Islam telah memegang peranan yang signifikan dalam sebuah kekuasaan. Pada periode ini pula korelasi antara Aceh dan kilafah Islam di Arab kian erat.
Selain pada pedagang, sebetulnya Islam juga didakwahkan oleh para ulama yang memang berniat tiba dan mengajarkan aliran tauhid. Tidak saja para ulama dan pedagang yang tiba ke Indonesia, tapi orang-orang Indonesia sendiri banyak pula yang hendak mendalami Islam dan tiba pribadi ke sumbernya, di Makkah atau Madinah. Kapal-kapal dan ekspedisi dari Aceh, terus berlayar menuju Timur Tengah pada awal periode ke-16. Bahkan pada tahun 974 hijriah atau 1566 masehi dilaporkan, ada lima kapal dari Kerajaan Asyi (Aceh) yang berlabuh di bandar pelabuhan Jeddah.
Ukhuwah yang dekat antara Aceh dan kekhalifahan Islam itu pula yang menciptakan Aceh menerima sebutan Serambi Makkah. Puncak korelasi baik antara Aceh dan pemerintahan Islam terjadi pada masa Khalifah Utsmaniyah. Tidak saja dalam korelasi dagang dan keagamaan, tapi juga korelasi politik dan militer telah dibangun pada masa ini. Hubungan ini pula yang menciptakan angkatan perang Utsmani membantu mengusir Portugis dari pantai Pasai yang dikuasai semenjak tahun 1521. Bahkan, pada tahun-tahun sebelumnya Portugis juga sempat digemparkan dengan kabar pemerintahan Utsmani yang akan mengirim angkatan perangnya untuk membebaskan Kerajaan Islam Malaka dari cengkeraman penjajah. Pemerintahan Utsmani juga pernah membantu mengusir Parangi (Portugis) dari perairan yang akan dilalui Muslim Aceh yang hendak menunaikan ibadah haji di tanah suci.
Selain di Pulau Sumatera, dakwah Islam juga dilakukan dalam waktu yang bersamaan di Pulau Jawa. Prof. Hamka dalam Sejarah Umat Islam mengungkapkan, pada tahun 674 hingga 675 masehi duta dari orang-orang Ta Shih (Arab) untuk Cina yang tak lain yakni sahabat Rasulullah sendiri Muawiyah bin Abu Sofyan, rahasia meneruskan perjalanan hingga ke Pulau Jawa. Muawiyah yang juga pendiri Daulat Umayyah ini menyamar sebagai pedagang dan menilik kondisi tanah Jawa kala itu. Ekspedisi ini mendatangi Kerajaan Kalingga dan melaksanakan pengamatan. Maka, bisa dibilang Islam merambah tanah Jawa pada periode awal perhitungan hijriah.
Jika demikian, maka tak heran pula jikalau tanah Jawa menjadi kekuatan Islam yang cukup besar dengan Kerajaan Giri, Demak, Pajang, Mataram, bahkan hingga Banten dan Cirebon. Proses dakwah yang panjang, yang salah satunya dilakukan oleh Wali Songo atau Sembilan Wali yakni rangkaian kerja semenjak aktivitas observasi yang pernah dilakukan oleh sahabat Muawiyah bin Abu Sofyan.
Peranan Wali Songo dalam perjalanan Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa sangatlah tidak bisa dipisahkan. Jika boleh disebut, merekalah yang menyiapkan pondasi-pondasi yang kuat dimana akan dibangun pemerintahan Islam yang berbentuk kerajaan. Kerajaan Islam di tanah Jawa yang paling populer memang yakni Kerajaan Demak. Namun, keberadaan Giri tak bisa dilepaskan dari sejarah kekuasaan Islam tanah Jawa.
Sebelum Demak berdiri, Raden Paku yang berjuluk Sunan Giri atau yang nama aslinya Maulana Ainul Yaqin, telah membangun wilayah tersendiri di kawasan Giri, Gresik, Jawa Timur. Wilayah ini dibangun menjadi sebuah kerajaan agama dan juga sentra pengkaderan dakwah. Dari wilayah Giri ini pula dihasilkan pendakwah-pendakwah yang kelah dikirim ke Nusatenggara dan wilayah Timur Indonesia lainnya.
Giri berkembang dan menjadi sentra keagamaan di wilayah Jawa Timur. Bahkan, Buya Hamka menyebutkan, saking besarnya efek kekuatan agama yang dihasilkan Giri, Majapahit yang kala itu menguasai Jawa tak punya kuasa untuk menghapus kekuatan Giri. Dalam perjalanannya, sesudah melemahnya Majapahit, berdirilah Kerajaan Demak. Lalu bersambung dengan Pajang, kemudian jatuh ke Mataram.
Meski kerajaan dan kekuatan gres Islam tumbuh, Giri tetap memainkan peranannya tersendiri. Sampai ketika Mataram dianggap sudah tak lagi menjalankan ajaran-ajaran Islam pada pemerintahan Sultan Agung, Giri pun mengambil perilaku dan keputusan. Giri mendukung kekuatan Bupati Surabaya untuk melaksanakan pemberontakan pada Mataram.
Meski hasilnya kekuatan Islam melemah ketika kedatangan dan mengguritanya kekuasaan penjajah Belanda, kerajaan dan tokoh-tokoh Islam tanah Jawa memperlihatkan sumbangsih yang besar pada perjuangan. Ajaran Islam yang salah satunya mengupas makna dan semangat jihad telah menorehkan tinta emas dalam usaha Indonesia melawan penjajah. Tak hanya di Jawa dan Sumatera, tapi di seluruh wilayah Nusantara.
Muslim Indonesia mengantongi sejarah yang panjang dan besar. Sejarah itu pula yang mengantar kita ketika ini menjadi sebuah negeri Muslim terbesar di dunia. Sebuah sejarah gemilang yang pernah diukir para pendahulu, tak selayaknya karam begitu saja. Kembalikan izzah Muslim Indonesia sebagai Muslim pejuang. Tegakkan kembali pujian Muslim Indonesia sebagai Muslim bijak, dalam dan sabar.
Kita yakni rangkaian mata rantai dari generasi-generasi tangguh dan tahan uji. Maka sekali lagi, tekanan dari luar, pengkhianatan dari dalam, dan kesepian dalam berjuang tak seharusnya menciptakan kita lemah. Karena kita yakni orang-orang dengan sejarah besar. Karena kita memiliki kiprah mengembalikan sejarah yang besar. Wallahu a’lam.n (Oleh Herry Nurdi/Sabili)
Belum ada Komentar untuk "✔ Risalah Lengkap Penyebaran Agama Islam Di Indonesia"
Posting Komentar